Seorang ibu menunggu telepon anaknya yang tinggal jauh di
sana. Berhari-hari, berminggu-minggu dia tunggu tapi telepon yang
ditunggu-tunggunya tak muncul juga. Padahal si Ibu bisa saja menelpon langsung
tapi dia takut mengganggunya.
Setiap hari, mungkin setiap waktu pikarannya selalu rindu
anaknya. Terkadang disaat tidur pun nama anaknya sering disebut. Disaat kita
masih terlelap tidur dia bangun lebih awal untuk memohon kepada Tuhan agar
anaknya bisa menjadi orang yang berhasil.
Tapi si anak selalu sibuk dengan pekerjaanya. Sesibuk apakah
hingga tak sempat untuk menghubungi orang tuanya?
Tuhan pun mungkin punya caranya sendiri untuk mebuka pintu
hati si anak.
Di saat tidur si anak itu bermimpi. Di mimpinya itu dia
melihat ibunya terkena musibah, sehingga ia pun terbangun dari tidurnya. Untung
itu hanya sebuah mimpi. Ia pun menangis, alangkah bodoh dirinya tak pernah
peduli dengan keadaan orang tuanya. Bagaimana kalau mimpi itu benar- benar
terjadi?
Kini Ia sadar telah melupakan orang yang telah membesarkan
dirinya. Ia pun berjanji untuk sering menghubungi ibunya.
Apakah kita terlalu mementingkan urusan kita hingga tak
sempat meluangkan waktu sedikit untuk orang tua kita. Padahal dengan menyapanya
walaupun cuma sekedar menanyakan keadaanya, itu bisa membuat hatinya bahagia.
Apakah kita baru akan sadar setelah terjadi musibah yang
menimpa?
Bersyukurlah kita masih diberi kesempatan masih bisa bertemu
dengan orang tua kita.