Kisah Kalung Anisa
Ini cerita tentang Anisa, seorang gadis kecil yang ceria berusia 5
tahun.
Pada suatu sore, Anisa menemani Ibunya berbelanjadi suatu
supermarket.
Ketika sedang menunggu giliran membayar, Anisa melihat
sebentuk kalung mutiara mungil berwarna putih berkilauan, tergantung
dalam sebuah kotak berwarna pink yang sangat cantik. Kalung itu nampak
begitu indah, sehingga Anisa sangat ingin memilikinya. Tapi... Dia tahu,
pasti Ibunya akan berkeberatan. Seperti biasanya, sebelum berangkat ke
supermarket dia sudah berjanji tidak akan meminta apapun selain yang
sudah disetujui untuk dibeli.
Dan tadi Ibunya sudah menyetujui untuk
membelikannya kaos kaki berenda yang cantik. Namun karena kalung itu
sangat indah, diberanikannya bertanya. "Ibu, bolehkah Anisa memiliki
kalung ini ? Ibu boleh kembalikan kaos kaki yang tadi... " Sang Bunda
segera mengambil kotak kalung dari tangan Anisa. Dibaliknya tertera
harga Rp 25,000.
Dilihatnya mata Anisa yang memandangnya dengan
penuh harapdan cemas.Sebenarnya dia bisa saja langsung membelikan kalung
itu, namun ia tak mau bersikap tidakkonsisten...
"Oke ... Anisa,
kamu boleh memiliki kalung ini. Tapi kembalikan kaos kaki yang kau pilih
tadi. Dan karena harga kalung ini lebih mahal dari kaos kaki itu,Ibu
akan potong uang tabunganmu untuk minggu depan. Setuju ?"
Anisa
mengangguk lega, dan segera berlari riang mengembalikan kaos kaki ke
raknya. "Terimakasih..., Ibu" Anisa sangat menyukai dan menyayangi kalung
mutiaranya. Menurutnya, kalung itu membuatnya nampak cantik dan dewasa.
Dia merasa secantik Ibunya. Kalung itu tak pernah lepas dari lehernya,
bahkan ketika tidur.
Kalung itu hanya dilepasnya jika dia mandi atau
berenang. Sebab, kata ibunya, jika basah, kalung itu akan rusak, dan
membuat lehernya menjadi hijau...
Setiap malam sebelum tidur, ayah
Anisa membacakan cerita pengantar tidur. Pada suatu alam, ketika selesai
membacakan sebuah cerita, Ayah bertanya :
"Anisa..., Anisa sayang Enggak sama Ayah ?"
"Tentu dong... Ayah pasti tahu kalau Anisa sayang Ayah!"
"Kalau begitu, berikan kepada Ayah kalung mutiaramu...
"Yah..., jangan dong Ayah! Ayah boleh ambil "si-Ratu" boneka kuda dari nenek...! Itu kesayanganku juga.
"Ya sudahlah sayang, ngga apa-apa!" Ayah mencium pipi Anisa
sebelum keluar dari kamar Anisa. Kira-kira seminggu berikutnya, setelah
selesai membacakan cerita, Ayah bertanya lagi, "Anisa..., Anisa sayang
nggak sih, sama Ayah?"
"Ayah, Ayah tahu bukan kalau Anisa sayang sekali pada Ayah!".
"Kalau begitu, berikan pada Ayah Kalung mutiaramu."
"Jangan Ayah... Tapi kalau Ayah mau, Ayah boleh ambil boneka Barbie
ini.."Kata Anisa seraya menyerahkan boneka Barbie yang selalu
menemaninya bermain.
Beberapa malam kemudian, ketika Ayah masuk ke
kamarnya, Anisa sedang duduk di atas tempat tidurnya. Ketika didekati,
Anisa rupanya sedang menangis diam-diam. Kedua tangannya tergenggam di
atas pangkuan, air mata membasahi pipinya. "Ada apa Anisa? Kenapa Anisa ?"
Tanpa berucap sepatah pun, Anisa membuka tangan-nya.
Di dalamnya melingkar cantik kalung mutiara kesayangannya
"Kalau Ayah mau... ambillah kalung Anisa" Ayah tersenyum mengerti,
diambilnya kalung itu dari tangan mungil Anisa. Kalung itu dimasukkan ke
dalam kantong celana. Dan dari kantong yang satunya, dikeluarkan
sebentuk kalung mutiara putih. Sama cantiknya dengan kalung yang sangat
disayangi Anisa.
"Anisa... ini untuk Anisa. Sama bukan ? Memang begitu nampaknya, tapi kalung ini tidak akan membuat lehermu menjadi hijau"
Ya..., ternyata Ayah memberikan kalung mutiara asli untuk menggantikan kalung mutiara imitasi Anisa.
***
Demikian pula halnya dengan Tuhan. Terkadang Dia meminta sesuatu dari
kita, karena Dia berkenan untuk menggantikannya dengan yang lebih baik.
Namun, kadang-kadang kita seperti atau bahkan lebih naif dari Anisa.
"Menggenggam erat sesuatu yang kita anggap amat berharga, dan oleh karenanya tidak ikhlas bila harus kehilangan."
Cepat atau lambat, apa yang ada pada diri kita pun akan selalu
berganti, kiranya Tuhan selalu mengingatkan kita bahwa semua
milik-Nya, tentu akan kembali kepada-Nya...
Untuk itulah perlunya
sikap ikhlas, karena kita yakin tidak akan Tuhan mengambil sesuatu dari
kita jika tidak akan menggantinya dengan yang lebih baik, di dunia atau
di akherat kelak.
“Boleh jadi, kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu. Allah yang paling mengetahui, sedangkan kamu tidak
mengetahui.” (QS. Al-Baqarah:216)