Hikmah Menikahi Wanita yang Buta, Bisu, Tuli, dan Lumpuh
Anda tentu
mengenal nama Abu Hanifah An-Nu'man bin Tsabit, salah seorang ulama
besar, dan termasuk salah satu dari imam empat mazhab. Ada kisah
menarik, berkaitan dengan beliau, tetapi kisah ini bermula di saat
beliau belum lahir.
Pada abad pertama hijriyah, terdapat
seorang pemuda yang mengabdikan dirinya untuk menuntut ilmu syar'i,
tetapi ia sangat miskin. Suatu hari ketika ia merasa sangat lapar dan
tidak mendapatkan sesuatu apapun yang bisa dimakan. Ia berusaha
mencari makanan di luar rumahnya. Kemudian, ia berhenti di salah satu
kebun yang penuh dengan pepohonanapel, yang salah satu rantingnya
menjulur ke jalan. Karena sangatlapar, ia terdorong untuk memakan
apel tersebut, apalagi ia merasa perlu untuk mempertahankan raganya.
Ia juga berpikir bahwa tidak ada seorangpun yang melihatnya,
disamping ia juga merasa bahwa kebun tersebut tidak akan berkurang
dengan sebab satu biji apel saja. Maka, ia beranikan diri untuk
memetik satu buah apel dan memakannya hingga rasa laparnya
hilang.
Ketika beranjak pulang ke rumah, jiwanya mulai
mencacinya. Beginilah contoh kondisi seorang mukmin yang tidak bisa
tenang jika telah melakukan pelanggaran. Ia duduk termenung sambil
berkata,
"Bagaimana aku bisa memakan buah apel itu
padahal itu adalah harta seorang muslim, dan aku belum meminta izin
kepadanya?"
Akhirnya, pemuda tersebut pergi mencari
pemilik kebun itu sampai didapatkkannya. Lalu, ia berkata kepada
pemilik kebun,
"Wahai paman, kemarin aku ditimpa rasa
lapar yang sangat. Maka, aku memakan satu buah apel dari kebunmu
tanpa sepengetahuanmu. Sekarang aku datang kepadamu untuk meminta
izin kepadamu."
Pemilik kebun berkata
"Demi
Allah, Aku tidak memaafkanmu. Bahkan, aku akan menggugatmu kelak pada
hari kiamat di sisi Allah."
Mendengar itu, pemuda itu
langsung menangis dan memohon kepadanya supaya memperkenankannya,
sambil berkata,
"Saya siap untuk bekerja apa saja dengan
syarat agar kamu memaafkanku dan menghalalkan apel itu
untukku."
Pemuda itu terus memohon kepada si pemilik
kebun, sedangkan pemilik kebun justru semakin bersikukuh, lalu pergi
meninggalkannya.
Namun, pemuda itu membuntutinya dan tetap
memohon maaf kepadanya hingga ia masuk rumah. Pemuda itu menunggu di
sisi pintu, memantinya keluar untuk shalat Ashar. Ketika si pemilik
kebun keluar rumah untuk suatu urusan, pemuda itu ternyata masih
tetap berdiri dengan air mata yang membasahi jenggotnya.
Pemuda
itu berkata lagi,
"Wahai pamanku, sungguh aku siap untuk
bekerja sebagai petani di kebun ini tanpa diberi upah sepanjang
umurku atau apa saja yang kamu inginkan, tetapi dengan syarat Anda
memaafkanku."
Pada saat itu, pemilik kebun berpikir
sejenak, kemudian berkata,
"Anakku, aku siap untuk
memaafkanmu sekarang, tetapi dengan satu syarat."
Mendengar
itu, si pemuda langsung gembira adn wajahnya berseri bahagia. Dia
berkata,
"Berikanlah syarat sesukamu wahai pamanku."
Si
pemilik kebun berkata,
"Syaratku adalah supaya Kamu menikahi
putriku."
Pemuda itu terperanjat bukan kepalang mendengar
jawaban itu. Dia sama sekali tidak pernah menyangka mendapat syarat
ini. Namun, si pemilik kebun melanjutkan perkataannya,
"Akan
tetapi, wahai anakku, ketahuilah bahwa putriku buta, tuli, bisu, dan
juga lumpuh , tidak pernah berjalan sejak lama. Aku telah
mencarikannya seorang suami yang dapat kupercaya untuk melindungi dan
mendampinginya dengan segenap kriteria-kriteria yang disebutkannya.
Apabila Kamu menyetujuinya, aku akan memaafkanmu."
Pemuda
itu kembali terperanjat bukan kepalang dan merasa mendapat musibah
yang kedua kalinya. Dia mulai berpikir bagaimana ia akan hidup dengan
ketidaksempurnaan seperti ini, terlebih dia masih berusia belia?
Bagaimana istrinya nanti akan melaksanakan urusan-urusannya, menjaga
rumah dan memerhatikannya, sedangkan ia memiliki
kekurangan-kekurangan tersebut?
Dia mulai memperhitungkan dan
berkata,
"Aku akan bersabar atasnya di dunia agar aku selamat
dari petaka apel tersebut."
Kemudian, ia berkata kepada
pemilik kebun,
"Wahai paman, aku telah menerima putrimu.
Aku memohon kepada Allah semoga Dia memberiku pahala atas niatku dan
memberiku ganti yang lebih baik dari yang kuterima."
Pemilik
kebun berkata, "Baiklah anakku, waktumu hari Kamis depan di
rumahku untuk pesta pernikahanmu. Aku yang menanggung maharmu."
Hari
kamis pun tiba. Pemuda datang dengan langkah berat, batin sedih, dan
hati hancur, tidak seperti layaknya calon pengantin yang pergi menuju
hari pernikahannya. Ketika ia mengetuk pintu, bapak sang wanita
membukakannya dan membawanya masuk ke dalam rumah.
Setelah
berbicang-bincang, ia berkata kepadanya,
"Anakku,
silahkan masuk kepada istrimu. "Semoga Allah memberkahimu dalam
kebahagiaan dan kesusahanmu,dan mengumpulkan kalian berdua di atas
kebaikan."
Lalu, ia memegang tangan si pemuda dan
membawanya ke kamar putrinya. Ketika si pemuda membuka pintu dan
melihat istrinya, ternyata ia justru mendapati seorang gadis putih
yang sangat cantik, dengan rambut terurai seperti sutra di atas
pundaknya. Istrinya itu langsung bangkit, ternyata ia berperawakan
tegak.
Kemudian, ia berjalan ke arah suaminya dan memberinya
salam,
"Assalamu'alaikum suamiku..."
Si
pemuda tetap berdiri di tempatnya sambil memerhatikan gadis yang baru
ditemuinya itu. Ia merasa tidak percaya dengan apa yang ia
lihat.
Namun, gadis itu memahami apa yang berputar di benak
suaminya. Ia menghampirinya, menjabat tangannya, dan mencium
tangannya, lalu berkata,
"Sesungguhnya aku adalah buta
dari melihat yang haram..."
... bisu dan tuli dari
mendengar hal yang haram...
...dan kedua kakiku tidak pernah
melangkah kepada hal yang haram...
... Aku adalah anak semata
wayang bapakku. Sejak beberapa tahun lalu, bapakku mencarikanku suami
yang shalih. Maka, ketika Kamu datang meminta izin kepadanya karena
satu buah apel dan kamu menangis karenanya, bapakku mengatakan bahwa
barangsiapa takut memakan satu buah apel yang tidak halal baginya,
pasti dia akan lebih takut kepada Allah dalam menjaga putriku,
katanya...
Alangkah bahagianya aku yang telah mendapatkanmu
sebagai suami, dan alangkah bahagianya ayahku dengan
nasabmu"
"Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya
Dia akan memberinya jalan keluar, dan memberinya rizki dari arah yang
tidak disangka-sangka"
(Ath-Thalaq: 2-3)
Kemudian,
setelah setahun berlalu, sang istri dikaruniai seorang anak hasil
hasil benih yang ditanam pemuda yang termasuk orang-orang langka umat
ini.
Tahukah Anda siapakah anak kecil itu? Anak kecil itu
adalah Abu Hanifah An-Numan bin Tsabit, ahli fiqh mazhab Islam yang
mahsyur. Ulama besar yang keilmuannya terpandang di kalangan para
bangsawan. Dialah ulama yang karena ke wara'annya, dicambuk oleh Ibnu
Hubairah (pegawai pemerintah di bawah Khalifah Bani Umayyah) sebanyak
110 cambukan karena menolak diangkat sebagai pegawai negeri dengan
jabatan prestisius, Hakim. Dialah ulama yang dipenjara khalifah
pertama Bani Abbasiyah, Abu Ja'far Al-Manshur, karena menolak
iming-iming untuk dijadikan hakim pula.
Dan kita bisa
mengambil pelajaran bahwa benarlah apa yang dikatakan Syaikh Musthafa
Al-'Adawi -hafizhohullah- (dalam Fiqh Tarbiyautl Abna')
bahwa,
Kebaikan dan amal shalih kedua orang tua, memiliki
pengaruh yang besar terhad apa perkembangan seorang anak, dan
bermanfaat bagi mereka, baik di dunia maupun di akhirat.
Demikian
pula amal buruk dan dosa-dosa besar yang dilakukan oleh kedua orang
tua, memiliki dampak negatif terhadap pendidikan anak.
Pembaca
mulia, kisah di atas merupakan salah satu kisah yang disusun Abdul
Muthalib Hamd Utsman dalam kitab beliau yang berjudul Qishahu wa
Thara-if Lailatid-Dukhlah. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia dengan deskripsi sebagai berikut:
*. Judul:
90 Kisah Nyata Malam Pertama: Dari Asyik hingga Menggelitik - Dari
yang Sinis hingga Mengiris
*. Penulis: Abdul Muththalib Hamd
Utsman
*. Penerjemah: Jamaluddin, Lc
*. Penerbit: Darul Haq,
Jakarta