Hukum Pacaran dan Dalil-dalilnya
Bismillahirrohmanirrohiim.
Memang larangan mengenai pacaran di dalam Islam tidak dibahas secara
gamblang. Mungkin itu-lah salah satu faktor yang mengakibatkan
kebanyakan orang awam tidak dapat menerima atas hukum pelarangan pacaran
ini.
Namun, dalam dunia dakwah islam, larangan pacaran adalah hal
yang sudah sangat dimengerti, maka aneh sekali manakala ada seseorang
yang mengaku sebagai aktivis dakwah islam, namun ia tetap melakukan
pacaran.
Meski-pun tidak dijelaskan secara gamblang, namun
banyak sekali dalil yang dapat di jadikan sebagai rujukan untuk
pelarangan aktifitas pacaran tersebut.
Telah sama-sama kita ketahui
bahwa Islam adalah agama yang mengharamkan perbuatan zina, termasuk juga
perbuatan yang MENDEKATI ZINA.
“Dan jangan-lah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan sesuatu jalan yang buruk.”
(QS. Al-Isra, 17 : 32)
Apa saja perbuatan yang tergolong MENDEKATI ZINA itu?
Diantaranya adalah:
Saling memandang, merajuk/manja, bersentuhan (berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, dll), berdua-duaan, dll.
Karena unsur-unsur ini dilarang dalam agama Islam, maka tentu saja
hal-hal yang di dalamnya terdapat unsur tersebut adalah dilarang.
Termasuk aktifitas yang namanya “PACARAN”
Hal ini sebagaimana telah disebutkan dalam hadits berikut:
Dari Ibnu Abbas radhiallahu `anha dikatakan:
“Tidak ada yang ku perhitungkan lebih menjelaskan tentang dosa-dosa
kecil daripada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:
“Allah telah
menentukan bagi anak Adam bagiannya dari zina yang pasti dia lakukan.
Zinanya mata adalah melihat (dengan syahwat), zinanya lidah adalah
mengucapkan (dengan syahwat), zinanya hati adalah mengharap dan
menginginkan (pemenuhan nafsu syahwat), maka farji (kemaluan) yang
membenarkan atau mendustakannya.”
(HR. Al-Bukhari dan Imam Muslim)
Dalil di atas kemudian juga diperkuat lagi oleh beberapa hadits dan ayat Al-Qur`an berikut:
“Jangan-lah seorang laki-laki berdua-duaan dengan wanita kecuali bersama mahramnya.”
(HR. Al-Bukhari dan Imam Muslim)
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan-lah
seorang laki-laki sendirian dengan seorang wanita yang tidak disertai
mahramnya. Karena sesungguhnya yang ketiganya adalah syaitan.”
(HR. Imam Ahmad)
“Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.”
(Hadist Hasan, Thabrani dalam Mu`jam Kabir 20/174/386)
“Demi Allah, tangan Rasulallah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak
pernah menyentuh tangan wanita (bukan mahram) sama sekali meski-pun
dalam keadaan membai’at. Beliau tidak memba’iat mereka kecuali dengan
mangatakan: “Saya ba’iat kalian.”
(HR. Al-Bukhari)
“Sesungguhnya saya tidak berjabat tangan dengan wanita.”
(HR. Malik , Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad)
Telah berkata Aisyah radhiallahu anhu:
“Demi Allah, sekali-kali dia (Rasul) tidak pernah menyentuh tangan
wanita (bukan mahram) melainkan dia hanya membai’atnya (mengambil janji)
dengan perkataaan.”
(HR. Al-Bukhari dan Ibnu Majah).
“Wahai Ali, jangan-lah engkau meneruskan pandangan haram (yang tidak
sengaja) dengan pandangan yang lain. Karena pandangan yang pertama mubah
untuk-mu. Namun yang kedua adalah haram” .
(HR. Abu Dawud , Ath-Tirmidzi dan dihasankan oleh Al-Albani)
“Pandangan itu adalah panah beracun dari panah-panah iblis. Maka
barangsiapa yang memalingkan (menundukan) pandangannya dari kecantikan
seorang wanita, ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberikan di
hatinya kelezatan sampai pada hari Kiamat.”
(HR. Imam Ahmad)
Dari Jarir bin Abdullah radhiallahu anhu dikatakan:
“Aku bertanya kepada Rasulallah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang
memandang (lawan jenis) yang (membangkitkan syahwat) tanpa disengaja.
Lalu beliau memerintahkan aku mengalihkan (menundukan) pandanganku.”
(HR. Imam Muslim)
“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidak-lah seperti wanita yang
lain, jika kamu bertakwa. Maka jangan-lah kamu tunduk (merendahkan
suara) dalam berbicara sehingga berkeinginan-lah orang yang ada penyakit
dalam hatinya, dan ucapkan-lah perkataan yang baik.”
(QS. Al-Ahzab, 33 : 32)
Jadi sekarang mau gimana???
Menjalankan perintah-Nya atau menjalani larang-Nya ???